Senin, 05 Oktober 2020

Pengusaha, Why Not?

         Menjadi pengusaha tentunya bukan perkara mudah bagi sebagian orang. Ada yang rela meluangkan waktunya hanya untuk fokus pada usaha yang ia bangun. Ada yang sama sekali tidak berminat dengan dunia usaha. Khususnya di masa pandemi covid-19. Tak jarang banyak pengusaha yang gulung tikar karena tidak jalannya usaha yang ia bangun. Merujuk pada Survei LIPI: 41% pengusaha bertahan hingga Juli, Agustus. Padahal, kalau kita mampu melewati masa sulit tentunya kita memiliki mental yang kuat dan pondasi kokoh dalam mengarungi pasang surut usaha.

Sebagai contoh termasuk penulis sendiri kian berusaha untuk tetap bisa menjalankan usaha menulis free writing setiap pagi. Genap sebulan tidak melakukan free writing bersama tim Alinea, bukan berarti tidak ada tulisan yang tertorehkan. Intinya tetap menulis, setiap hari, hehe (membela diri). Mungkin inilah gelombang pasang surut usaha yang telah dilakukan. Ops, kembali ke topik di atas.

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Mardani H. Maming berbagi kiat menjadi pengusaha tangguh di masa sulit terjadinya covid-19. “Hal pertama yang harus ditanamkan dalam diri adalah jangan putus asa, apalagi mudah menyerah dengan keadaan. Yakinlah selalu ada peluang dalam setiap kesulitan” katanya pada Antara, Kamis, 7 Mei 2020.

Pasti teman-teman sepakat dengan ungkapan Mardani di atas. Sebab langkah awal memanglah dimulai dari diri kita sendiri, dari hal kecil, terdekat, dan semampu yang kita bisa. Bahkan tak dapat dipungkiri bagi sebagian orang yang mahir membaca peluang ia akan memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin, alias tidak terlena dengan keadaan. 

Menjadi pengusaha bukan mesti kita harus memiliki omset yang besar, modal banyak, dan lainnya. Di era milenial ini lebih mudah untuk menjadi pengusaha online maupun offline. Misal, tinggal posting produk yang kita jual di media sosial tentunya kita sudah dikatakan pengusaha bukan? Saya sudah memulainya dan sadar akan bisnis sedari dini, bagaimana dengan kamu? Yuk kita bersama-sama saling belajar. Salam pengusaha sukses!

Senin, 31 Agustus 2020

Di Balik Kata Amanah

 Berangkat dari pengertian, kata “amanah” secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang artinya jujur atau dapat dipercaya. Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. Dari definisi ini dapat kita pahami bahwa adanya keterlibatan di antara pemberi dan penerima amanah, di mana di antara keduanya harus saling bekerja sama agar amanah dapat tegak sempurna.

Menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, amanah ada tiga macam:

1. Amanah terhadap Allah Swt

Sebagai makhluk yang diciptakan Allah di muka bumi, kita memiliki amanah untuk mengabdi dan beribadah hanya pada Allah. Sebagaimana terkandung dalam QS. Az-Zariyat: 56 “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”

2. Amanah terhadap Sesama Manusia

Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kewajiban yang harus ditunaikan sebagai konsekuensi dirinya sebagai bagian dari masyarakat di mana ia hidup. Hal ini terkait dengan interaksi sosial dan menjaga keharmonisan di antara sesama. Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kau menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. An-Nisa: 58)

3. Amanah terhadap Diri Sendiri

Sebagai makhluk individu, manusia memiliki tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang harus diselesaikan sendiri. Allah menegaskan bahwa: “Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya.” (QS. Al-Mukminun: 8).

Dari ketiga ayat di atas, kita dapat menarik benang merah, di mana sifat amanah melekat pada setiap individu, sebagai mukallaf dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah, individu, dan makhluk sosial.


Minggu, 30 Agustus 2020

Cinta Hakiki

 Menarik, Sujiwo Tejo dan Candra Malik menuturkan “Mencintai itu kata kerja, dicintai itu kata sifat. Tapi cinta bukan kata benda. Cinta itu kata hati”. Kita akan tahu siapa yang benar-benar mencintai kita saat kita tengah berada dalam kesusahan. Mereka yang tidak meninggalkan, saat kesusahan menghampiri diri adalah ia yang merealisasikan cintanya dalam perbuatan.

Unik, Allah Swt menjadikan bahasa hati sebagai pemeran utama dalam cinta. Sebab, hati tak bisa dibohongi. Antara sesama mukmin juga diwajibkan untuk menumbuhkan kasih sayang. Tanpa harus jauh, mari kita telisik kembali orang-orang terdekat yang benar-benar memberikan cintanya dengan tulus.

Siapa dia? Tentunya orang tua, keluarga, sahabat, kekasih,tetangga, bahkan teman di dunia maya. Kita tidak pernah tau menaruh hati pada siapa, tapi kita bisa mengelola rasa cinta dari Sang Maha Pemilik Cinta.

Bila kaula muda tengah dilanda kegalauan akan melabuhkan cinta dengan siapa, mari cek kembali sudahkah kita mengomunikasikan cinta pada-Nya. Mohon petunjuknya agar tak salah melangkah. Terlepas dari itu, ikuti kata hati nan paling dalam, apa sebenarnya mau diri ini? Berbahagialah dengan cinta yang kau punya. 

Mungkin kau tak bisa menilai secara material. Namun, immaterial lebih dominan dalam cinta hakiki. Saat engkau merasa tanpa beban untuk menjalankan sesuatu, semisal berbuat baik pada orang tua, membantu teman, atau hanya sekadar memberi perhatian pada kekasih halal. Yang tak akan hitung-hitungan dengan pengorbanan nan diberi. Itulah cinta hakiki.  


Sabtu, 29 Agustus 2020

Bingkai Profesional

 Profesional menurut versiku adalah ketika seseorang melakukan pekerjaan dengan penuh kesadaran, optimal, dan tanggung jawab. Artinya ia tidak main-main dengan pekerjaan yang dibebankan padanya. Juga ia yang menyelesaikan pekerjaan dengan tertib dan menyelesaikan hingga tuntas.

Seyogyanya bila setiap manusia menanamkan sikap profesional dalam diri, maka bisa dipastikan kesejahteraan akan tercapai. Profesional dimulai dari dalam diri kita sendiri. Ketegasan yang kita buat akan mencuat ke permukaan bila selalu kita iringi dengan usaha dan doa untuk mewujudkannya.

Tidak sedikit orang yang mengerjakan sesuatu dengan setengah-setengah dan menyia-nyiakan waktu. Padahal Allah Swt sudah menjelaskan melalui firman-Nya: “Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).” (QS. Al-Insyirah: 7).

Sungguh, bingkai profesional bukanlah suatu yang instan. Ia ditempah dengan istimewa untuk menjadi pribadi nan unggul berdaya guna. Malu, bila diri masih saja belum bisa profesional. Tidak ada kata terlambat untuk mengawalinya. Kita adalah pencipta bingkai profesional itu yang kelak akan kita tuai hasilnya. Salam semangat mengukir bingkai terindah!


Simpang Jati, 29 Agustus 2020

Pukul 06.51 WIB


Jumat, 28 Agustus 2020

Rezeki Tak Pernah Padam

 Rezeki tidak hanya pada material. Bahkan banyak dari kita meraih rezeki immaterial yang sungguh tak ternilai harganya dengan apapun jua. Namun, kerap kali kita membandingkan rezeki yang kita peroleh dengan orang lain. Dengan dalih kita sama-sama manusia yang berhak untuk hidup sukses di bumi-Nya.

Bila kita hitung-hitung nikmat Allah tentulah kita tak dapat menghitungnya. Dari mulai kita bangun tidur hingga tertidur kembali. Bayangkan saja bila satu hirupan udara harus kita bayar. Sudah berapa milyar yang kita habiskan? Pun begitu dengan terik matahari yang sangat bermanfaat bagi kehidupan seluruh alam. Air dan semua elemen di mula bumi yang Allah ciptakan untuk menopang kehidupan makhluk-makhluk-Nya di muka bumi.

Lantas, mengapa kita masih saja enggan bersyukur? Baiknya bila kita mulai dari diri kita terlebih dahulu. Apa yang sudah kita perbuat seharian mencerminkan rasa syukur atau tidak? Bila kita merencanakan hari dengan baik, maka itulah wujud kita menghargai kehidupan yang Allah beri. Namun, bila kita enggan untuk merencanakan segala aktivitas yang kita lakukan, maka tergolong kurang bersyukur.

Lihatlah orang-orang yang mencintaimu dengan tulus. Apakah mereka menyia-nyiakanmu? Tentu tidak bukan? Nah, dari situ bisa kita ambil ibrahh bahwa sungguh nikmat rasanya dihargai dan disayangi. Seyogyanya rezeki Allah yang tak pernah padam selalu mendekap kehidupan kita.


Simpang Jati, 28 Agustus 2020

Pukul 06.51 WIB

Selasa, 25 Agustus 2020

Seni Mencintai Diri

Siapa lagi yang akan mencintai diri kita kalau bukan kita sendiri. Sampai kapanpun kita tidak akan bisa menjadi orang lain, walaupun kita menginginkannya. Kita adalah individu yang lain dari yang lain, banggalah dengan itu. Namun tetap, kita perlu mengikut orang-orang baik itu dengan tetap menjadi diri sendiri.

Anehnya, mengapa kita selalu marah jika ada yang menghina kita? Bukankah setiap hari kita menghinakan diri sendiri; pada diri yang sadar banyak kejahilan dan belum juga bergerak untuk belajar. Diri yang kerap kali menyadari kesalahan dalam diri. Namun enggan berbenah.

Mau sampai kapan terus begini? Untuk jiwa-jiwa yang merindu ketenangan. Kau hanya perlu berubah, bukan yang lain. Jangan sampai penyesalan menggerus asamu mendamba cinta hakiki dalam diri.

Lihatlah sekelilingmu, pada apa yang sudah kau miliki. Polesan apa yang pantas dilukiskan untuk menggores peradaban nan menjadi saksi dirimu di tempat ini. Dimulai dari diri sendiri, dari hal terkecil yang dianggap biasa. Namun nyatanya sangat berdampak dalam keseharianmu. Misal, bangun lebih awal, agar kau bisa menuntaskan segala tugas lebih cepat dari biasanya. Atau kau lebih memiliki banyak waktu atas dirimu nan kurang tertata hatinya.

Bisa saja kau membohongi orang lain, tapi tidak dengan dirimu. Terlebih Tuhan-Mu nan menciptamu. Jangan pernah merasa beban hidupmu lebih berat dari yang orang sandang. Jangan juga menyalahkan keadaan. Kau beruntung berada di posisi yang banyak orang di luar sana menginginkan posisimu. 

Kau perlu merenungi dan menyelami dirimu sendiri. Agar kau menemukan cinta hakiki yang hanya bisa kau temukan sendiri. Sebab engkau adalah empu bagi dirimu sendiri, mau sebandal atau sebaik apapun dirimu dalam menyikapi derap langkah kehidupan. 

Semangat mencintai diri

Salam berbenah!

Bersambung...


Simpang Jati, 25 Agustus 2020

Pukul 07.51 WIB

Senin, 24 Agustus 2020

Mata-Mata Kamera

Kecenderungan untuk berbagi atas segala aktivitas dunia nyata ke dunia maya sering kali dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat. Tidak hanya kaum remaja, emak-emak juga suka. Meski tidak semua bisa kita pukul rata.

Sebenarnya apa manfaat kita mengupdate status bila hanya untuk mengajak mata-mata kamera itu datang mengintai setiap gerak-gerik kita dan sekaligus mengabarkannya ke semua orang? Namun, mengapa pula kita yang merasa risih seakan semua orang mengomentari hidup kita? 

Oke, bila postingan kita bermanfaat. Setidaknya tidak menyita waktu seseorang yang melihat postingan tersebut. Nan amat disayangkan bila tujuan memposting itu hanyalah untuk mencari perhatian atau malah sensasi belaka.

Kita ketahui bahwa di era digital, yang mana smartphone mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat menjadi benda yang pantang tertinggal saat kita bepergian ke manapun. Dapat dikatakan sahabat setia nan menemani perjalanan hidup. Biarpun sahabat, kita juga harus paham dengan karakternya. 

Jangan biarkan mata-mata kamera menyorot hal-hal tak penting yang menggelayuti perjalanan kita. Lebih jauh, marilah kita introspeksi diri. Seberapa bijak kita dalam memanjakan mata-mata kamera.


Simpang Jati, 24 Agustus 2020

Pukul 07.14 WIB